
Startup hijau
5 Cara Taktis Startup Hijau Dapat Modal Segar!
Jakarta, EKRAF.net – Saat startup di berbagai bidang mendisrupsi model bisnis konvensional, muncul pula startup hijau, sebuah entitas bisnis yang tidak hanya berorientasi pada profit. Pertanyaannya, apakah startup hijau bisa dapat modal dari investor?
Menurut Atika Benedikta, Impact Investment Lead dari Angel Investment Network Indonesia (ANGIN), startup hijau adalah entitas bisnis yang memiliki target di tiga area, yaitu people, profit, dan planet.
“Sebuah startup hijau perlu punya revenue generation, tapi juga tidak merusak atau bahkan memberi dampak positif terhadap lingkungan dan manusia (komunitas, anggota tim, dan stakeholder),” kata Atika.
Kemunculan startup hijau tidak lepas dari kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan hidup dan perubahan iklim. Meski kesadaran terhadap gaya hidup ramah lingkungan sudah terbangun di kalangan konsumen, perkara pembiayaan atau funding masih menjadi tantangan serius bagi startup hijau.
Berikut ini adalah lima cara mendapatkan modal dari investor untuk startup hijau:
- Pahami kebutuhanmu.
Ya, mulailah dengan memahami apa yang kamu butuhkan untuk pendanaan startup hijaumu.
Bisa saja kamu membutuhkan modal besar untuk membeli mesin yang sangat mahal. Tapi investor yang ada justru melihat pertumbuhan teknologi digital. Inilah yang kerap disebut mismatched, ketidaksesuaian antara kebutuhan bisnismu dan fokus perhatian investor.
Ketidakcocokan juga bisa terjadi dalam hal jangka waktu pendanaan. Bisnismu tawarkan solusi jangka panjang yang butuh dana besar dalam jangka panjang, tapi investor justru mau pertumbuhhan bisnis jangka pendek dan cepat.
“Bukan salah siapa-siapa, hanya berbeda kebutuhan saja. Jadi, kamu perlu mencari investor yang bisa mengubah gaya investasinya,” kata Atika.
Maka, Atika menyarankan, sesuaikan kebutuhan usahamu dengan tipe pendanaan yang tersedia dari berbagai tipe, seperti microfinance, angel investor hingga venture capital.
2. Cari tahu investor yang bergerak di sektor yang kamu geluti.
Mungkin ngomong tentang lingkungan hidup, gaya hidup ramah lingkungan itu sederhana. Tapi sebenarnya, banyak hal yang ada di isu lingkungan, seperti manajemen limbah, agrikultur berkelanjutan, energi terbarukan.
Bahkan, ada startup yang bisa masuk kategori startup hijau meski inti bisnisnya bukan isu lingkungan. Misalnya, produk fashion yang proses pembuatannya gunakan pewarna alami dan proses pengolahan limbahnya tidak merusak lingkungan.
“Karena tipe sektor yang berbeda, misalnya ada energi dan ada consumer goods, maka kamu perlu cari tahu siapa investor yang sudah familiar di sektor tersebut,” kata Atika.
Baca juga:
- Mau Jadi Entrepreneur? Ikut Patenpreneur 2022 Kuy!
- Mendag: Dua Cara Indonesia Keluar Middle Income Trap!
3. Pastikan kamu punya tim yang tepat!
Untuk memastikan tim kamu tepat, investor akan ajukan pertanyaan seperti ini:
Apakah ada ahli yang mengerti soal sektor hijau? Apakah ada key people yang punya akses kepada sumber daya bahan baku? Apakah ada anggota tim yang punya akses ke pasar? Apakah tim mengerti perilaku konsumen yang percaya pada solusi hijau yang ditawarkan?
Dari pertanyaan di tersebut, Atika menyarankan, founder sebuah startup hijau sebaiknya tidak satu orang. Alasannya jelas sederhana sekali: tidak bisa satu orang melakukan semuanya sendirian.
Jika bisnismu menggarap pengelolaan sampah, namun kamu tidak ngerti-ngerti banget soal ngurus sampah, maka sebaiknya cari co-founder yang punya kemampuan dan mengerti soal tata kelola sampah. Yang penting ada kesamaan visi dengan co-founder.
4. Siapkan model bisnis.
Saat ini sejumlah startup hijau masih mengandalkan hibah, seperti pilot project. Tapi pertanyaannya, mau sampai kapan mengandalkan hibah?
“Kalau terus-menerus mengandalkan hibah, artinya proyek itu bukan bisnis. Karena itu, kamu perlu rancang model bisnis yang tepat tentang rencana di masa mendatang agar bisa mandiri,” kata Atika.
Atika menegaskan, startup berbeda dengan UKM konvensional. Jika UKM cenderung lebih stabil dan menekankan pada perputaran uang, maka startup lebih ada ekspektasi dalam hal high growth mindset.
Model bisnis startup hijau harus berkelanjutan dari dua sisi. Secara bisnis, akan ada repeat buying. Sementara itu, secara lestari, punya dampak positif terhadap manusia dan planet.
5. Validasi ide
Validasi ide sebaiknya dilakukan sebelum maju ke investor. Ini untuk memastikan, apakah solusi yang dihipotesiskan memang dibutuhkan pasar. Jangan-jangan, apa yang selama ini kamu anggap solusi itu tidak tepat untuk pengguna.
Saat melakukan proses validasi ke pasar, nantinya akan terbangun pengetahuan tentang pasar dan masukan tentang produk.
Atika menerangkan, data berperan penting dalam startup hijau. Jika tujuan besarnya adalah mengurangi plastik, namun dalam prosesnya justru menambah emisi karbon, maka perlu ada solusi. Tujuan besar harus tercapai, sekaligus ada cara untuk mengurangi emisi karbon.
“Dampak dari startup hijau seperti ini tidak terlihat di tahun depan atau dua tahun dari sekarang. Mungkin baru akan terlihat pada tahun keenam. Itulah mengapa kamu perlu punya data yang menunjukkan bahwa solusi yang Anda tawarkan bisa mengurangi emisi karbon di tahun kesekian. Nantinya startup terkait sampah akan engage dengan pemerintah dan korporasi lebih besar. Mereka pasti akan memerlukan data agar bisa percaya bahwa solusi kamu memang tepat,” kata Atika.***(TP)
Foto: Alexander Schimmeck / Unsplash
Btw, kamu tahu gak sih apa itu startup hijau?
Biar gak cuma kepo, baca juga nih : Startup Hijau: Inovasi atau Teknologi?